Kemana BG 1 H Bakal Bermuara

*Figur-figur ini Bikin Peta Politik Lubuklinggau Makin Dinamis

LUBUKLINGGAU – Wacana penundaan pemilu yang disampaikan beberapa Ketum parpol, masih sebatas wacana yang juga belum tahu goal akhirnya itu apa.

Tapi setidaknya, masih butuh waktu untuk terwujud karena harus memiliki rasionalisasi politik, hukum, sosial cost-nya.

Menurut pengamat politik Eka Rahman, secara politik, nanti akan dilihat bagaimana dukungan parpol di parlemen untuk mengubah regulasi pemilu dan membuat regulasi baru terkait penundaan pemilu.

Lalu dari persfektif hukum akan di kaji logika dan dasar hukum penundaan pemilu, untuk nanti secara ketatanegaraan di buat pondasi hukum yang baru bagi penundaan pemilu. Itupun belum tentu selesai, karena sesudah ada undang-undang barupun masih bisa Judiacial Riview di MK.

Sementara dari persfektif sosial harus di lihat juga dampak dari wacana penundaan pemilu tersebut, baik pro kontra, gesekan kepentingan, impact secara ekonomis maupun anggaran.

Jadi masih panjang akhir dari wacana penundaan pemilu itu dapat terealisasi atau tidak melalui proses ketatanegaraan.

“Biarlah para elit politik yang menentukan, karena kita sudah memberikan kewenangan untuk itu, tinggal di sampaikan saja aspirasi dan kontrol kita melalui saluran-saluran formal yang ada,” jelas Eka.

Jika bicara kecenderungan yang ada, dirinya agak pesimis jika penundaan pemilu ini akan terwujud jika melihat respon parpol pemenang pemilu dan sikap istana hari ini.

Kemudian, apakah ada dampak politiknya terhadap konstalasi lokal? Tentu saja sangat besar, kalau penundaan itu terjadi. Namun dari sudut bahwa para bakal calon kontestan secara material akan di rugikan karena cost politic akan bertambah, tidak se-signifikan itu saat sekarang.

Argumentasinya adalah, bahwa belum banyak juga para bakal calon kontestan yang ‘mulai merintis jalan kuasa’, paling baru 1-2 orang saja. Apalagi jikapun melakukan aktivitas yang berkonsekuensi pada anggaran, anggap saja itu investasi politik jangka panjang yang pada saatnya masih bisa di ‘petik’ profitnya.

Investasi politik bukan seperti jual sayur yang pagi di gelar, siang sudah tau keuntungannya. Tapi mungkin profitnya, bisa 2,3 atau 4 tahun lagi. Dan, saat ini para bakal kontestan pun sudah sangat cerdas untuk melihat arah kecenderungan wacana penundaan itu, apalagi di kaitkan dengan efisiensi budget politik (sosialisasi, alat peraga, media, dst).

“Mereka rata-rata elit parpol/politik lokal yang pasti punya networking dan narasumber di pusat yang bisa beri info kecenderungan arah politik,” terang Eka.

Sementara bicara, peta politik terkini Kota Lubuklinggau terkait Pilkada, memang terlihat makin dinamis, selalu ada ‘kebaruan figur’, jika beberapa waktu lalu publik di suguhkan figur muda seperti Rahmat Hidayat (Yopi Karim/Yok, ), Kristina(KT), Franiko Imam Sagita (FIS), Samsul Bahrun (SB).

Sebagai politisi muda yang baik secara tegas (Yok/FIS), maupun ‘tersamar’ (KT) yang mulai merintis dukungan dan alat peraga/pengenal. Tak kalah para politisi incumbent di parlemen yang terkategori ‘senior’ (meski masih muda) seperti : H. Rodi Wijaya (HRW), Hendri Juniansyah (HJ), Hendi Budiono (HB), Merismon (M), Bambang Rubianto (Baru), Wansari (W), Hambali Lukman (HL), Rustam Effendi (RE) atau Riezky Aprialia (RA) juga punya potensi.

Belum lagi dari birokrasi, selain masih banyak yang berharap pada sosok wawako petahana H. Sulaiman Kohar (Suko), bisa saja ada Subandio Amin (SA), Elven Asmar (EA) dan banyak figur lain yang sangat mungkin muncul.
“Namun hari ini yang terlihat sudah deklarasi dan menggalang dukungan praktis hanya Yok, yang lain baru kalkulasi banyak orang saja mereka akan ikut kontestasi seperti : HRW, Suko, RE, KT, HJ, FIS, RA, dst. Dari yang bersangkutan belum ada konfirmasi terkait kepastian mereka akan ikut kontestasi, dan memang secara tahapan maupun kalkulasi personal belum saatnya.

Lalu ada yang menarik, pada figur birokrat muda Febrio Fadillah (FF), aktivitas sosialnya selama ini banyak di asumsikan pemilih sebagai bagian dari sosialisasi dalam kaitannya dengan Pilkada.

“Namun secara pribadi, saya membacanya sebagai investasi sosial (dan politik) jangka panjang saja,” Ujarnya.

Keterlibatan dalam banyak organisasi tentu tidak hanya berguna dalam konteks politik saja, tetapi juga berdampak positif pada pengayaan karir birokrasi dan pengalaman organisasi yang berguna menempa leadership yang bersangkutan.

“Jadi terkait FF sampai nanti dia memastikan keikutsertaan di wilayah politik, saya tetap membaca sekretaris Diskominfo ini sedang merintis karir birokrasi dan mematangkan pengalaman kepemimpinannya. Bahwa suatu saat dia, merintis karir politik , tentu saja suatu pilihan rasional yang harus di hargai dan memiliki dasar konstitusional sebagai warga negara,”bebernya.

“Ideal nya kita ingin melihat orang muda seperti : HRW, YOK, HJ, atau FF jadi kepala daerah. Tapi yang punya hak suara kan masyarakat selaku pemilih, kita lihat saja kepada siapa garis takdir sebagai BG 1 H akan bermuara,” pungkasnya. (BI)

error: fuck you not copy!!!