Quo Vadis Arah Gerakan PMII

Penulis : Maiyang Sari (Demisioner Ketua Kopri Rayon Syariah dan Hukum Komisariat UIN Raden Fatah Palembang).

Genap 62 tahun PMII berdiri di bumi pertiwi, tentunya usia yang matang bagi sebuah organisasi yang banyak meninggalkan catatan sejarah yang berkiprah untuk Negara dan bangsa, lantas kemana arah gerakan PMII sekarang? Apakah kader dan anggota mampu berkiprah menjawab tantangan zaman?

Sebagai salah satu organisasi kemahasiswaan yang besar, tentunya PMII menjadi wadah untuk mencetak kader dan anggotanya untuk dapat menjawab tantangan zaman. Sudah menjadi kewajiban bagi PMII untuk menyiapkan pola kaderisasi yang dapat menunjang kemampuan setiap kader. Bukan hanya untuk menghadapi masa kini tapi juga di masa yang mendatang, maka dari itu PMII Harus dapat dengan cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman, mulailah berpikir untuk masa yang kan datang, bagaimana kemungkinan situasi yang akan di hadapi di setiap kader.

Tertera dengan jelas dalam Anggaran Dasar pasal 4, tujuan PMII adalah terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Dapat di pahami bahwa orieantasi paling mendasar yang harus di pahami setiap kader PMII dan untuk membina individu, baik anggota maupun kader. Dalam kata lain, PMII adalah organisasi tempat untuk menempa potensi setiap kader sehingga memiliki kesiapan spiritual, integritas, intelektual yang dapat mendukung mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih dari setengah abad, menyisakan banyak catatan sejarah bagi PMII. PMII telah banyak memberi kontribusi besar terhadap bangsa, negara, dan agama.Banyak pemimpin yang lahir, cendekiawan, akademisi, peneliti, dan sebagainya yang tersebar di penjuru Nusantara.

Adanya modernisasi dan globalisasi jangan ditanggapi sebagai suatu ancaman, namun jadikan sebagai kesempatan bagi para anggota dan kader untuk beradaptasi agar tetap terus berkontribusi pada bumi pertiwi. istilah “Setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya” ini menggambarkan bahwa perjuangan kader PMII jangan disamakan dengan para pendahulu. Biarkan prestasi yang mereka torehkan terhadap bangsa, kita teruskan dan pelihara dengan cara kita dengan berlandaskan Ahli Sunnah Wal-Jama’ah sebagai Manhaj Al-Fikr. landasan dari aswaja sebagai manhajul fikr adalah moderasi, keseimbangan dan toleran.

Dengan memiliki sikap tawasut, tawazun, ta’adul dan tasamuh, akan terbentuklah sebuah penyamarataan, tidak ada yang merasa dirinya paling benar sehingga menyalahkan orang lain, serta tidak akan lagi dapat terjadi kaum mayoritas menindas kaum minoritas, ketika konsep ini sudah massif diaplikasikan maka dengan tegas PMII mampu menjawab tantangan zaman ibu pertiwi.

Kini, 17 April di usia yang sudah menginjak 62 tahun, dengan kemampuan intelektual yang berbasis islam keindonesiaan, PMII harus berkontribusi langsung dan diharapkan mampu menjawab problematika bangsa, tentu dengan melihat perkembangan zaman PMII harus berjalan beriringan dengan kaum milenial, seperti pada dunia entrepreneur dengan terlibat langsung dalam start up atau usaha rintisan. Menumbuhkan banyak start up baru, juga harus menjadi agenda penting PMII. PMII harus mempunyai program jangka pendek, menengah, dan panjang dalam mendorong untuk terciptanya start up. Baik itu untuk kader PMII, atau alumni PMII. Hal inilah yang membuat adanya Transformasi Gerakan, sehingga kader dan anggota PMII mendapatkan peran dalam merawat Peradaban.

Jika itu tidak dilakukan, jika PMII hanya fokus menciptakan kader politisi, maka bukan tak mungkin PMII hanya akan menjadi organisasi yang tinggal nama dan hanya menjadi bagian dari sejarah bukan pelaku sejarah di tengah riuh semangat generasi millennial. PMII akan ditinggalkan oleh generasi millennial. Tentu hal ini berbahaya, karena generasi inilah yang akan menentukan arah peradaban ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain-lain, pada sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan.(*)

error: fuck you not copy!!!