URUSAN KEBUDAYAAN YANG TERPINGGIRKAN

(Hidup Segan Mati Tak Mau)

Oleh, Wong Yoko, Nr.*

Sebuah pertanyaan yang sering hinggap dalam pikiran sejak berkecimpung di dunia seni dan budaya, mengapa urusan kebudayaan seperti terpinggirkan dalam proses pembangunan, baik di tingkat pusat, provinsi terlebih lagi di tingkat kabupaten dan kota.

Padahal urusan kebudayaan mempunyai posisi dan peran strategis untuk mewujudkan manusia Indonesia yang berbudaya, berkarakter, dan beradab, dalam tata pemerintahan justru cenderung terpinggirkan.

Penilaian tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa posisi kebudayaan dalam kelembagaan pemerintah selama ini hanya menjadi pelengkap penderita.

Sejak awal kemerdekaan urusan kebudayaan dipasangkan dengan bidang pendidikan. Hubungan antara keduanya menurut Prof. Dr. Daoed Joesoef “pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan” dan bukan sebaliknya. Tahun 2000 posisi urusan kebudayaan dipindahkan ke bidang pariwisata. Sepuluh tahun bergabung urusan kebudayaan tidak mendapatkan perhatian yang optimal.

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Ir. Jero Wacik, SE, mengakui pihaknya “masih fokus menggenjot bidang pariwisata, sehingga masalah kebudayaan sedikit tertinggal” (pidato 1 Desember 2010). Setelah dinilai eksperimen penggabungan kedua bidang tidak efektif, tahun 2011 urusan kebudayaan disandingkan kembali dengan bidang pendidikan.

Saat ini dalam Kabinet Merah Putih telah terbentuk Kementerian Kebudayaan secara mandiri dan terpisah dengan bidang lain dan Fadli Zon sebagai menteri yang telah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto, di Istana Negara, Jakarta, Senin, 21 Oktober 2024.

Hal ini menjadi angin segar dalam pemajuan kebudayaan, baik ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia. Idealnya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat membentuk organisasi perangkat daerah tersendiri untuk urusan kebudayaan, yaitu dinas kebudayaan. Namun sampai saat ini urusan kebudayaan masih bergabung dengan bidang lain, khusus di Kota Lubuk Linggau, urusan kebudayaan digabung dengan dinas pendidikan, bahkan ada wacana mau dipindahkan lagi ke dinas pariwisata.

Dari pernyataan di atas jelas bagaimana proses tarik ulur urusan kebudayaan selama kurung waktu dari jaman kemerdekaan hingga saat ini. Dan saat ini penulis mencoba memberikan opini sebagai bahan diskusi dan bisa kita bicarakan lebih lanjut demi kebaikan kita bersama, khususnya urusan kebudayaan di organisasi pemerintahan Kota Lubuk Linggau.

Sejak terbentuknya Kota Lubuk Linggau Tahun 2001. Urusan kebudayaan bergabung dengan dinas pariwisata, menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kurang lebih 15 tahun, dalam kurung waktu tersebut belum ada peningkatan yang signifikan dalam urusan kebudayaan, karena dinas lebih menitikberatkan pada bidang kepariwisataan, padahal program kegiatan yang dilaksanakan banyak dari urusan kebudayaan.

Budaya yang sering ditampilkan hanya tari, musik, dan program-program komersil, itupun pada momen-momen tertentu, bahkan tari dan musik yang ditampilkan cenderung jenis tari dan musik pop modern, belum menyentuh proses pengkajian, penggalian dan pengiventarisir nilai-nilai yang terkandung dalam tarian tersebut.

Belum adanya penggalian seni dan budaya secara komprehensif, sehingga kita melihat budaya yang ditampilkan hanya sekedar hiburan semata, belum ada nilai-nilai filosofi dalam setiap pagelaran.

Sejak tahun 2017 urusan kebudayaan digabung kembali pada bidang pendidikan, menjadi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, hampir tujuh tahun bergabung namun yang lebih menonjol adalah bidang pendidikan, sementara urusan kebudayaan hanya sebagai pemanis dan dianggap sebelah mata, sebagai pelengkap penderita, baik dari segi kegiatan dan pendanaan.

Bahkan dalam segi penganggaran-pun sangat minim, karena dianggap tidak “menguntungkan” sehingga urusan kebudayaan dari tahun ketahun hanya berkutat mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak provinsi, atau menghadiri seremonial undangan kebudayaan dari kabupaten/kota, itupun hanya terbatas, karena kurangnya pendanaan.

Hanya beberapa kegiatan yang mampu dilaksanakan dalam upaya mengangkat dan melestarikan budaya daerah, karena keterbatasan anggaran. Hal ini lebih memperjelas bahwa urusan kebudayaan belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Lubuk Linggau. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pendidikan dan menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kebudayaan. Adapun tugas pokok Bidang Kebudayaan yaitu, melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang cagar budaya dan permuseuman, sejarah dan tradisi dan kesenian. Sementara fungsinya adalah,

1) Memverifikasi penyusunan rencana program, kegiatan, dan petunjuk teknis bidang kebudayaan.

2) Mengkoordinir pelaksanaan program bidang kebudayaan.

3) Mengkoordinasikan program bidang kebudayaan.

4) Pengawasan dan pengendalian pelaksanaan program bidang kebudayaan.

5) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas dinas.

Sementara dalam melaksanakan program kegiatan, Bidang Kebudayaan terbagi menjadi tiga seksi yaitu:
Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman, melaksanakan tugas sebagai berikut:
Penyusunan rencana program, kegiatan dan petunjuk teknis seksi cagar budaya dan permuseuman,
Pelaksanaan penyusunan norma, standar prosedur dan kriteria bidang fasilitas registrasi cagar budaya dan pelestarian cagar budaya, perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan museum, penerbitan izin membawa cagar budaya keluar daerah kota,
Pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervise bidang fasilitas registrasi cagar budaya dan pelestarian cagar budaya, perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan museum, penerbitan izin membawa cagar budaya keluar daerah kota,
Pengawasan dan pengendalian pelaksanaan bidang fasilitas registrasi cagar budaya dan pelestarian cagar budaya, perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan museum, penerbitan izin membawa cagar budaya keluar daerah kota, Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas dinas, dan
Pelaksanaan fungsi lainnya yang diberikan atasan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Seksi Sejarah dan Tradisi, melaksanakan tugas sebagai berikut:
Penyusunan rencana program, kegiatan dan petunjuk teknis seksi sejarah dan tradisi,
Pelaksanaan penyusunan norma, standar prosedur dan criteria bidang sejarah, tradisi, pembinaan komunitas dan lembaga adat serta pelestarian tradisi,
Pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi bidang sejarah, tradisi, pembinaan komunitas dan lembaga adat serta pelestarian tradisi,
Pengawasan dan pengendalian pelaksanaan program bidang sejarah, tradisi, pembinaan komunitas dan lembaga adat serta pelestarian tradisi,
Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas dan,
Pelaksanaan fungsi lainnya yang diberikan atasan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Seksi Kesenian, mempunyai tugas sebagai berikut:
Penyusunan rencana program kegiatan dan petunjuk teknis seksi kesenian,
Pelaksanaan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria bidang kesenian,
Penyusunan bahan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembinaan di bidang kesenian,
Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan tugas, dan
Pelaksanaan fungsi lainnya yang diberikan atasan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas begitu luas dan kompleksnya tugas pokok bidang kebudayaan dalam rangka memajukan kebudayaan daerah, namun yang sering muncul kepermukaan hanya beberapa kegiatan seremonial belaka, itupun tidak maksimal dengan minimnya anggaran, disamping itu belum adanya tenaga ahli yang serius dan mumpuni untuk megurusi kebudayaan. Penulis berharap dengan kompleksnya tugas pokok kebudayaan pemerintah daerah dapat membentuk organisasi tersendiri perangkat daerah yang mengurusi kebudayaan. Tidak hanya sekedar bergabung dengan organisasi perangkat daerah yang lain.

Sehingga urusan kebudayaan dapat berdaya dalam melaksanakan tupoksinya dalam menjaga peradaban dan melestarikan nilai-nilai budaya daerah yang selama ini terpinggirkan, karena kurangnya perhatian kita terhadap budaya daerah. Alasan ini bukan sekedar wacana kosong belaka, namun di pemerintahan pusat sudah terbentuk kementerian kebudayaan, tinggal bagaimana pemerintah daerah mengambil langka strategis dalam upaya menjaga dan melestarikan budaya daerah. Karena dengan berdiri sendiri organisasi urusan kebudayaan akan lebih efektif dan efisien dalam proses pemanjuaan kebudayaan karena hanya fokus pada urusan kebudayaan. Pengalaman menunjukan ketika digabung dengan organisasi perangkat daerah yang lain, urusan kebudayaan selalu “dianaktirikan”.

Inilah momentum kebangkitan urusan kebudayaan sebagai wujud kepedulian kita terhadap pemajuan kebudayaan daerah, yang pada giliranya nanti memperkuat dan memperkokoh kebudayaan nasional. Karena kemajuan sebuah negara atau daerah akan terlihat bagaimana ia mampu menghargai nilai-nilai budaya yang berkembang didaerah tersebut.

Semoga dengan tulisan yang sederhana ini dapat membuka kesadaran kita, betapa pentingnya kebudayaan daerah sebagai identitas bangsa dan memfilter masuknya budaya asing, siapa lagi yang akan menghargai budaya kita, jika tidak kita sendiri. Tulisan ini tidak bermaksud menyinggung pihak-pihat tertentu, namun inilah kenyataan yang harus dihadapi urusan kebudayaan, ibarat pepatah “hidup segan mati tak mau”.

Semoga tulisan ini mampu membuka cakrawala berfikir kita tentang konsep kebudayaan yang universal, yang mampu membangkitkan semangat dalam membangun Kota Lubuk Linggau dengan tetap menjunjung adat istiadat serta melestarikan nilai-nilai budaya daerah, dengan motto “maju kotanya, sejahtera masyarakatnya” dengan keluhuran budaya.(*)

error: fuck you not copy!!!
Exit mobile version